Types of KM audits

Belows are some of types of KM Audits

  • Information audit: As a first step to developing a knowledge management strategy, identify the information needs of your organization and define how those information resources and services are actually used. Avoid information overkill!
  • Content audit: What to do when your content is already published? An occasional content audit can help maintain the overall health of a system and allows knowlegeworkers to review their organization's knowledge assets.

Read More...

12 steps to KM success

Highlighted below are the 12 steps of a KM success framework adapted from Simon Walker's "12 Steps to KM success." Learn more

  • Value proposition: Does your organization have a compelling story on how KM will provide business benefit?
  • Strategic alignment: Do you need a KM strategy or is the KM program directly supporting the existing business strategy of the organization?
  • Organizational structure: What's the structure of your organization?
  • Managing performance: How is KM performance rewarded in your organization?
  • Cultural sensitivity: Do you think KM can change the organizational culture?
  • Technology: Does your technology enable KM or direct the solution?
  • Knowledge creation: How do you know what knowledge is important to your organization?
  • Knowledge structure: How will knowledge be structured for reuse?
  • Knowledge review: Will you review the knowledge before storing in a repository?
  • Knowledge reuse: How will employees search for knowledge to reuse?
  • Knowledge base vitality: Who owns the knowledge? Who’s responsible for updating and archiving? How will this be managed and resourced?
  • Environmental scanning: Do you continually scan the environment to ensure that your KM program is aligned with changes of organizational strategy?

Read More...

Buat domain gratis menggunakan co.cc

saya coba memberikan alternatif bagaimana membuat domain gratis dengan fasiltas dari co.cc. ya namanya juga gratis, domain gratis ini hanya bertahan untuk sementara waktu. tapi setidaknya kita bisa belajar bukan. Ok selamat mencoba tutorial ini.

  1. ketik di URL address anda dengan www.co.cc
  2. Pilih Create an account now jika anda belum memiliki account
  3. setelah selesai melakukan registrasi mulailah menentukan nama domain anda!, cek di Check Availability untuk menentukan apakah nama domain anda termasuk duplikasi atau tidak.
  4. Jika tidak masuklah ke menu Manage Domain untuk melakukan setup nama domain anda
  5. Masuklak ke pilihan 3 yaitu
  6. Isi beberapa field yang dibutuhkan diantaranya
    • 1
    • 2
    • 3
    • 4
    • 5
  7. Setelah selesai mengisi klik Setup
  8. untuk mencobanya, bukalah browser anda dan ketikkan di URL address anda dengan nama domain yang baru saja dicoba.
  9. Selamat Mencoba

Read More...

Onlinein Senayan Library Automation (Phase 1)

mungkin terbesit di pikiran anda ingin mengonlinekan database perpsutakaan di web, tapi bingung...berikut ini saya berikan sedikit tutorial yang sekiranya berguna buat anda dan kita semua...hehehe
moga-moga tutorial yang sederhana ini bermanfaat...kalo ada pertanyaan yang sekiranya kurang jelas insyaallah jika ada waktu saya sempatkan untuk menjawab...
Oke Selamat mencoba dan berkreasi...Good Luck ^-^

Pertama Ketik http://web44.net
Daftar ke webhosting dengan cara
1. klik order now
2. isi formluir
3. klik create my account
4. Akan muncul tampilan
5. isi formulir hosting sign up
6. klik register
7. jika ada tombol click me to continue > klik aja maka akan ada tampilan seperti ini:
8. Ketik (Captcha) kata yang ada diatasnya, kemudian klik register jika berhasil maka anda akan dirujuk ke link seperti ini http://securesignup.net/created.php

Note:
Sebaiknya anda mendownload account anda untuk jaga-jaga dengan mengklik Download my account settings

Langkah selanjutnya adalah dengan masuk ke Control Panel anda.
Klik Click here to log into your VistaPanel untuk mengakses Control Panel anda atau anda juga bisa mengaksesnya dengan mengetik URL Control Panel anda pada address bar.

Instalasi Senayan
Yang perlu diperhatikan: siapkan source code senayan anda (saya mempergunakan senayan3-stable5), ziplah source senayan anda, siapkan software FTP untuk membantu anda mengupload senayan ke web hosting (saya menggunakan Filezilla), anda bisa mendownloadnya dengan cepat di sini

Mulai instalasi senayan
1. klik File Manager yang ada pada menu Site Management,
2. akan ada jendela browser baru yang merujuk kedalam file manager anda
3. disinilah anda akan mengupload source senayan anda
4. klik htdocs
5. klik tombol upload
6. jalankan ftp (filezilla0
7. untuk proses upload ada 2 macam cara
a. dengan Files (Files entered here will be transferred to the FTP server.) dan
b. Archives (zip, tar, tgz, gz) (Archives entered here will be decompressed, and the files inside will be transferred to the FTP server.)
Note: saya menggunakan FTP untuk mempermudah proses upload, mengingat jika menggunakan cara ke-2 saya sering mengalami kegagalan

Jika menggunakan FTP (Filezilla),
1. jalankan filezilla
2. masukkan id hostnamenya
3. masukkan username dan password anda (semuanya ada di dokumentasi account anda di bagian FTP server)
4. klik quict connect
5. akan ada pemberitahuan mengenai konektifitas jaringan anda
6. jika sudah tersambung, mulailah mengupload filenya
7. klik kanan file yang ingin anda upload, kemudian klik tulisan upload
8. pada bagian bawah akan ada keterangan proses upload anda
9. balik kembali ke file manager  htdocs maka anda akan melihat senayan yang sudah anda upload dalam bentuk zip
10. klik kotak kosong yang ada disamping senayan-kita.zip
11. kemudian klik tombol Unzip yang berada disebelah kanan atas anda
12. kemudian klik icon check list yang ada di atas kiri anda
13. prosesing unzip file senayan-kita
14. jika sudah selesai klik icon tanda panah (back)
15. hapus file senayan-kita.zip dengan cara klik kotak kosong disampingnya kemudian klik tombol delete  Icon Check List  Icon Back
16. Klik Folder Senayan-kita

Create Databases
1. Ke control panel
2. Klik Mysql Databases yang ada pada Menu Databases
3. Ketik Senayan pada kotak kosong
4. Klik create databases
5. Kembali ke control panel
6. Klik Phpmyadmin yang ada pada menu Databases
7. Klik Connect to this database
8. Klik import
9. Browse  sesuaikan dngena letak senayan.sql anda
10. Klik Go
(misal: fees0_2406548_senayan (sesuaikan di DB_NAME di Sysconfig))

Konfigurasi Senayan
Jika sudah bias mengakses folder senayan-kita, langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan konfigurasi senayan anda agar bias diakses users via web
Caranya adalah:
1. Masuk kedalam folder Senayan-kita
2. cari sysconfig.inc.php  klik tombol edit yang berada disamping kanan
3. cari line ini
/* DATABASE CONNECTION config */
// database constant
// change below setting according to your database configuration
define('DB_HOST', 'localhost'); > ganti dengan MySql Hostname anda
define('DB_PORT', '3306'); > biarkan default saja
define('DB_NAME', '……..'); > lihat di database MySql hostingnya
define('DB_USERNAME', '………'); > ganti dengan MySql Username anda
define('DB_PASSWORD', '……..'); > ganti dengan MySql Password anda

ubahlah data diatase, sesuaikan dengan MySql account anda, jika sudah save dengan cara mengklik icon disket di kanan atas.

Read More...

BUNGA RAMPAI KEARIFAN LINGKUNGAN

Bangsa Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Secara kesuku-bangsaan, berdasarkan perbedaan bahasa daerah, terdapat + 555 suku bangsa atau sub-suku bangsa yang terbagi dalam ribuan komunitas yang tersebar di Kepulauan Nusantara. Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan faktor pendorong sekaligus kekuatan penggerak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam beradaptasi terhadap lingkungan, kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang dikembangkan masyarakat Indonesia yang majemuk merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi itu semakin besar dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan sedang mengalami perkembangan yang amat sangat pesat sebagai akibat pelaksanaan pembangunan nasional.

Sebagai bangsa yang besar bukan saja dikaruniai oleh potensi sumberdaya alam yang melimpah, tetapi juga keanekaragaman kebudayaan dan kemajemukan masyarakat yang tersebar di Kepulauan Nusantara, dimana masing-masing komunitas memiliki sumberdaya sosial atau modal sosial yang bermanfaat bagi pembangunan. Seringkali modal sosial setempat sangat rinci dan menjadi pedoman yang akurat bagi masyarakat dalam mengembangkan kehidupan di lingkungan permukiman mereka. Modal sosial itu biasanya berbentuk kearifan yang sangat dalam maknanya dan erat kaitannya dengan pranata kebudayaan, terutama pranata kepercayaan (agama) dan hukum adaptasi yang kadang-kadang diwarnai dengan mantra-mantra. Modal sosial (social capital) yang memiliki kearifan ekologis itu dikembangkan, dipahami dan secara turun-temurun diterapkan sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Sumberdaya sosial yang diwarisi secara turun-temurun tersebut, pada kenyataannya terbukti sangat efektif menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan menjamin keserasian lingkungan sosial dan binaan.

Pola-pola pengelolaan lingkungan secara tradisional sesungguhnya dapat dijadikan model dalam peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sekaligus pemberdayaan ekonomi. Banyak model kearifan lingkungan yang dikembangkan oleh ribuan komunitas tersebar di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia. Masing-masing komunitas mengembangkan kearifan lokal yang diperoleh dari pengalaman adaptasi dengan diperkaya oleh kreativitas inovatif anggota masyarakat. Kita mengetahui efektivitas teknologi Rotasi di perladangan yang dikembangkan oleh masyarakat lokal di Kalimantan dalam memulihkan kesuburan tanah, atau pranata Sasi di Maluku sebagai norma perlindungan lingkungan perairan, atau rempong dammar sebagai model konservasi yang dikembangkan masyarakat Krui di Lampung Barat, atau teknologi hompongan pada masyarakat kubu sebagai upaya membentengi hutan dari eksploitasi sumberdaya hutan, serta masih banyak lagi model kearifan lingkungan yang berkembang di berbagai kelompok masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai kearifan yang dapat digali serta dimanfaatkan dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan.

Kearifan adalah seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang menggeluti alam dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan (wisdom) dapat disepadankan pula maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan, kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah atau serangkaian masalah yang relatif pelik dan rumit. Kearifan biasanya baru dipahami dan atau diakui ketepatannya setelah suatu keputusan dapat diterima dan dilaksanakan secara taat azas dan berkesinambungan oleh sejumlah pihak yang bersangkut paut dengan penyelesaian suatu masalah yang muskil karena mereka berkeyakinan bahwa keputusan itu baik dan benar, baik ditinjau dari kepentingan mereka masing-masing maupun ditinjau dari sudut tujuan bersama yang akan dicapai. Analogi dengan definisi di atas bahwa kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungannya yang khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas dan peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk tersebut dipahami, dikembangkan, dipedomani dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia secara timbal balik. Pengetahuan rakyat yang memiliki kearifan ekologis itu dikembangkan, dipahami dan secara turun-temurun diterapkan sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan terutama dalam mengolah sumber daya alam. Pengelolaan lingkungan secara arif dan berkesinambungan itu dikembangkan mengingat pentingnya fungsi sosial lingkungan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Manfaat yang diperoleh manusia dari lingkungan mereka, lebih-lebih kalau mereka berada pada taraf ekonomi subsistensi, mengakibatkan orang merasa menyatu atau banyak tergantung kepada lingkungan mereka. seperti ungkapan orang Dayak, “Hancurnya hutan alam akan menghancurkan kita juga” (Dove, 1994; Algadrie, 1994). Perasaan menyatu dengan lingkungan alam atau munculnya kesadaran bahwa alam adalah sumber kehidupan mereka, mendorong manusia untuk menciptakan norma-norma yang dipakai sebagai pedoman bagi kelakuan mereka dalam mengelola lingkungan, lengkap dengan sanksi-sanksi sosial bagi mereka yang melanggarnya. Bahkan yang tidak kalah pentingnya, berkat pengetahuan yang mereka peroleh dari pengalaman maupun berdasarkan observasi terhadap lingkungannya, mereka mengembangkan pula aneka kearifan ekologi tradisional (Soemarwoto, 1989). Norma-norma yang mengatur kelakuan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ditambah dengan kearifan ekologi tradisional yang mereka miliki, merupakan etika lingkungan yang mempedomani perilaku manusia dalam mengelola lingkungannya.

Konsistensi penerapan kearifan lingkungan sebagai acuan dalam bertindak maupun bersikap dalam pengelolaan lingkungan hidup, relatif masih ditemukan di pedesaan. Keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam akan lebih banyak tercermin pada masyarakat pedesaan (tradisional) yang imanen karena mereka masih relatif terikat pada pranata kebudayaan yang menekankan pentingnya keserasian, keharmonisan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Akan tetapi pada sebagian kelompok masyarakat pedesaan, telah dipengaruhi oleh kehidupan materialistik dan moneteristik sehingga nilai luhur ini telah banyak luntur atau mengalami degradasi. Kearifan lingkungan terpaksa harus digali dengan jeli dari para orang tua yang seringkali sudah uzur atau dengan teknik analisis isi (content analysis), misalnya melalui tradisi lisan.

Tidak dipungkiri bahwa pesatnya pembangunan yang berlangsung selama ini telah berhasil meningkatkan taraf hidup sebagian masyarakat. Peningkatan taraf hidup tersebut ternyata diikuti oleh peningkatan jumlah ragam maupun kualitas kebutuhan. Dampaknya, masyarakat berlomba-lomba untuk meningkatkan produksi untuk dilempar ke pasar. Sejalan dengan itu pula berkembang nilai-nilai (industri) dan pranata baru yang menekankan pentingnya peningkatan produktivitas tanpa menghiraukan kelestarian fungsi lingkungan hidup. seiring dengan pesatnya persebaran nilai-nilai baru yang terbawa oleh kegiatan pembangunan, yang ditandai dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi maju yang berpedoman pada nilai-nilai industri, telah menyisihkan/ mengikis sumber daya sosial yang berporos pada kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan yang selama ini menjadi pedoman dalam mengelola lingkungan mengalami pergeseran atau degradasi sebagai akibat pesatnya kemajuan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diikuti dengan persebaran nilai-nilai (industri) dan pranata sosial baru. Modal sosial yang arif lingkungan cenderung diabaikan oleh anggota masyarakat, karena dianggap tidak produktif atau tidak efektif. Memudarnya sumber daya sosial yang arif lingkungan, sesungguhnya merugikan pengelolaan lingkungan itu sendiri. Kearifan tradisional, seperti diberbagai pelosok daerah di Bumi Pertiwi ini, seakan-akan tidak berdaya bahkan tersisihkan atas pesatnya persebaran nilai-nilai baru yang menitik-beratkan pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan kelestarian fungsi dan keserasian lingkungan sosial dan binaan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup itu merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Mengingat potensinya untuk memperlancar dan sebaliknya dapat menghambat pelaksanaan program yang menuntut keikutsertaan masyarakat sebagai mitra.

Sesuai dengan komitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, sudah sepantasnya kita memberi perhatian terhadap sumber daya sosial yang sudah terbukti berhasil menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Terbitnya buku “Bunga Rampai Kearifan Lingkungan” ini merupakan suatu upaya dalam hal inventarisasi, dokumentasi, revitalisasi serta perlindungan hukum atas pengetahuan kearifan lingkungan masyarakat tradisional atau masyarakat agraris di Indonesia dalam hal melestarikan, merevitalisasi dan memberi perlindungan terhadap kearifan lingkungan yang berkembang pada berbagai kelompok masyarakat. Yang pada akhirnya data yang diinventaris dapat dijadikan acuan (guide book) dalam pengembangan kebijakan serta program pembangunan lingkungan hidup oleh para pemerhati lingkungan hidup. Selain juga bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sebagai mitra pengelolaan lingkungan hidup melalui penyediaan informasi tentang kearifan lingkungan.



*Sudiro Sudjoko


Read More...

The Information Triangle

(Segitiga Informasi)

PENDAHULUAN

Dalam proses manajemen sekarang ini, suatu organisasi penyebaran dan penggunaan informasi, peserta dalam siklus segitiga (triangle) ini secara umum terdiri dari: Pustakawan atau Manajer Informasi, IT managers, dan Pengguna. Ini bukanlah suatu konsep baru, dimana teknologi dan meningkatnya kebutuhan secara efektif mampu diatasi dalam pengelolaan informasi yang secara radikal dijelaskan kembali mengenai peranan perpustakaan dan komputerisasi secara professional, dan cara dari pengguna dalam mencari informasi. Pustakawan memiliki spesialisasi dalam hal koleksi dan organisasi informasi berbasis kertas yang pengguna dapat mengaksesnya secara fisik, sedangkan professional komputer (IT Managers) memfokuskan dalam hal pengembangan pengetahuan berdasarkan perkembangan teknologi terkini; untuk beberapa bagian, kedua departemen ini terkadang berpikiran pendek dan “…sebagai hasilnya jarang terdapat duplikasi terhadap…dan membuang-buang sumber daya yang ada” (Rapple, 1997).

Suatu perpustakaan atau pusat informasi telah muncul menjadi pelayanan yang komples (rumit) menghadapi bahan-bahan digital sebagai imbas peralihan dari tercetak (conventional printed and microfilm materials), kebutuhan untuk berkolaborasi diantara para peserta (partisipan) dalam segitiga informasi telah tumbuh. Kita percaya dalam scenario yang tepat, “manajemen informasi yang efektif harus dimulai dengan memikirkan mengenai bagaimana pengguna menggunakan informasi bukan dengan bagaimana pengguna menggunakan mesin” (Davenport, 1994), dan sebagai hasilnya tergantung dari kemampuan semua partisipan dalam suatu siklus segitiga informasi untuk bekerjasama dengan berbagi mengenai target yang ingin digariskan dalam misi suatu pekerjaan dalam hal ini kegiatan bisnis.

Mengapa Harus Bekerjasama?

Teknologi telah menciptakan suatu situasi dimana terjadi peningkatan yang melampaui dalam hal jasa/pelayanan diantara IT dan Perpustakaan, dan hasilnya pustakawan lebih perduli dengan sesuatu yang usang sedangkan IT lebih perduli dengan pelanggaran yang melewati batasnya (Lippincott, 1998). Dalam kurun waktu beberapa decade ini telah terjadi perluasan permintaan untuk jasa komputer dan kompleksitas yang muncul dalam pengembangan dan penyediaan akses terhadap informasi elektronik (E-information). Perkembangan ini menjadi tantangan untuk merubah kebiasaan (culture) dari berbagi informasi diantara organisasi, melatih semua peserta (partisipan) dalam segitiga informasi, dan mengawasi hak cipta dalam lingkungan dimana terdapat jumlah besar yang tidak bisa diawasi dan data-data yang tidak sesuai (Internet). Kolaborasi menjadi hal yang sangat penting untuk menumbuhkan menambha modal dalam perpaduan sumber-sumber intelektual dan berbagai macam sudut pandang dari professional informasi, kebutuhan untuk mengembangkan layanan baru dan metode dalam hal manajemen informasi, kelangkaan sumber DM dan sumber financial, overlapping fungsional, saling ketergantungan anata Pustakawan dan IT staff, serta keselamatan suatu institusi dalam lingkungan yang sangat kompetitif ini.

Definisi Peranan

Dalam Proses Segitiga Informasi (Information Triangle), terdapat 3 peran penting yang ikut ambil bagian, dalam suatu proses ini, ketiga bagian ini mutlak, saling melengkapi antara satu dan yang lain, dan seharusnya pula peran ini mungkin harus mulai dibiasakan untuk dioperasionalkan dalam aktivitas implementasi informasi di suatu institusi. Peranan yang ada dalam segitiga informasi, terdiri dari:

  1. Pengguna Informasi

Pengguna bisa siapa saja dalam suatu lingkungan organisasi yang membutuhkan informasi untuk menunjang kerja mereka dan menjangkau tugas dari teknis sampai dengan kepada tugas manajemen senior. Pengguna secara umum, bukanlah seorang yang ahli terhadap teknologi komputer, dan juga mereka bukanlah orang yang ahli dalam mengelola informasi. Walau demikian, dibutuhkan suatu kemampuan untuk menggunakan system yang sudah ada oleh para ahli teknologi dan informasi dan juga memiliki ketertarikan yang sama untuk memastikan bahwa suatu system yang mereka gunakan adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka. Pengguna biasanya berharap dapat memperoleh secara cepat, mudah, dan tepat informasi yang mereka inginkan dalam database yang ada (quick and easy manner). Mereka tidak memiliki banyak waktu “menelusur melalui jaringan” atau browsing menggunakan mesin pencari yang terkadang menyediakan hasil yang relevan. Keberagaman kebutuhan pengguna, seperti pentingnya untuk mempertahankan fleksibilitas dan efisien dalam pencarian informasi untuk memudahkan penyebaran informasi secara tepat waktu, relevan dan akurat.

Davenport membicarakan mengenai mengenai tekonologi informasi dan juga kekhawatiran para manager. Ia berpendapat bahwa beberapa perusahaan menerapkan teknologi manajemen informasi secara besar tabpa memperkirakan/memperdulikan bagaimana informasi secara aktual digunakan dan para teknokrat (ahli) yang menjadi ”Constantly caught off guard by the ’irrational’ behaviour of end users” (Davenport, 1994).

Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan dari pengguna informasi:

Strengths (kelebihan)

§ Memiliki akses langsung terhadap sumber online (katalog online), ditambah akses melalui perpustakaan terhadap pangkalan data bibliografik serta online jurnal full teks;

§ Secara bertahap terdapat peningkatan dalam hal penggunaan sumber-sumber informasi elektronik secara mandiri tanpa perantara pustakawan;

§ Informasi sekarang lebih sering diakses melalui komputer (jaringan), dibandingkan dengan berkunjung ke perpustakaan;

§ Menekankan pola pikir layanan self-service, bukannya layanan melalui pustakawan;

§ Peranan pustakawan kedepan yaitu bergerak ke arah pendidikan, tetapi ”pelayanan” masih diperlukan.

Weaknesses (kelemahan)

§ Mencari hasil, tanpa mengetahui dimana mencarinya atau menggunakan pendekatan seperti apa;

§ Menggunakan perkembangan teknologi informasi terbaru, tanpa mengetahui bagaimana cara kerjanya, berikut temu kembalinya;

§ Kebingungan dengan informasi yang berlebihan (information overload);

§ Sumber informasi yang diperoleh masih kompleks, tidak sempurna, dan kurang tepat.

  1. Information manager

Secara sejarah, ”Pustakawan telah menjadi seorang kolektor dan kurator buku, menyusun buku untuk di inventarisasi, disimpan dan dipergunakan, menggunakan berbagai alat serta mekanisme seperti katalog, bagan klasifikasi, sistem sirkulasi dan hal sejenisnya” (Feather, 1998).

>>> to be continued

Read More...

Sarana Manajemen dan Perencanaan Operasional Pelestarian: lanjutan

(Sudiro sudjoko)

Sarana Manajemen Pelestarian

Dalam aktivitasnya, pengelolaan pelestarian bahan pustaka melibatkan berbagai komponen seperti halnya tenaga, pengelola, koleksi, metode, sarana, dan prasarana, serta uang. Dalam konsep manajemen istilah-istilah tersebut dikenal dengan nama tools of management atau sarana manajemen. Terdapat berbagai macam pendapat mengenai sarana manajemen ini, seperti yang dikemukakan Manullang. Menurut pendapatnya sarana manajemen terdiri atas ”6 M” yaitu Man, Money, Machines, Materials, Methods, dan Market (Manullang, 1987:17), ada juga yang menyebutkan ”7 M” dengan tambahan Moral (Wursanto, 1983:27). Sedangkan menurut Martoadmodjo, (1991) berbagai unsur penting atau sarana manajemen yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka terdiri atas:

  1. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur pelestarian yang harus diikuti. Bahan pustaka yang akan diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja kerusakannya, apa saja alat dan bahan kimia yang diperlukan dan sebagainya.
  1. Tenaga (SDM) yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian/ keterampilan dalam bidang ini. Paling tidak mereka sudah pernah mengikuti penataran dalam bidang pelestarian dokumen.
  1. Laboratorium, suatu ruang pelestarian dengan berbagai peralatan yang diperlukan, misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, vacuum cleaner dan sebagainya.
  1. Dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tentu tergantung dari lembaga tempat perpustakaan bernaung.

Berbagai sarana manajemen tersebut merupakan suatu modifikasi dari sarana manajemen yang dikenal dalam dunia ekonomi pada umumnya. Selain itu sarana manajemen merupakan suatu potensi yang perlu diatur dan dikelola dengan baik sehingga tujuan perpustakaan sebagai wahana layanan informasi bagi penggunanya dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dengan kata lain unsur-unsur tersebut diatas perlu diperhatikan keberadaanya dalam menggerakkan perpustakaan, khususnya dalam hal pelestarian untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, sehingga keberadaan perpustakaan ditengah-tengah masyarakat dapat berhasil dan berdaya guna, khususnya dalam hal menyeleksi, menghimpun, mengolah, memelihara sumber-sumber informasi, dan memberikan layanan serta nilai tambah bagi mereka yang membutuhkannya (Sutarno, 2004:3).

Perencanaan Operasional Pelestarian

Perpustakaan, kearsipan, dan museum bertanggung jawab tidak hanya sekedar untuk mengumpulkan, menginterpretasi, dan memamerkan koleksinya yang bernilai sejarah, tetapi institusi tersebut juga bertanggung jawab dalam hal pelestarian koleksinya untuk jangka panjang (long-term preservation), keamanan dan aksesbilitas terhadap koleksinya tersebut. Pelestarian merupakan bagian integral (menyeluruh) dari misi suatu institusi, maksudnya perencanaan mengenai kegiatan pelestarian haruslah menjadi bagian dari keseluruhan rencana strategis yang akan dibuat. Seperti yang diuraikan sebagai berikut:

  1. Perencanaan pelestarian merupakan suatu proses dalam penentuan kebutuhan baik umum dan juga khusus (spesifik) yang digunakan untuk perawatan koleksi, penentuan/pembentukan prioritas perawatan koleksi, termasuk sumber daya untuk implementasi/pelaksanaannya.
  2. Tujuan utama pelestarian yaitu menggambarkan suatu tindakan atau aktivitas yang diambil oleh suatu institusi dalam menetapkan agenda kegiatan pelestarian koleksinya untuk masa mendatang.
  3. Sebagai tambahan, pelestarian mengidentifikasi tindakan yang akan diambil oleh institusi dan pengalokasian sumber daya yang sewajarnya.

Cunha (1988:1-2) menganjurkan agar dalam pembuatan rencana operasional pelestarian bahan-bahan pustaka untuk kepentingan jangka panjang, hal-hal berikut sebaiknya diketahui terlebih dahulu:

  1. kondisi fisik koleksi bahan pustaka yang dimiliki dan telah menjadi bagian dari tanggung jawabnya;
  2. ciri-ciri dan keadaan di dalam serta di luar lingkungan kerja;
  3. efek atau pengaruh lingkungan terhadap koleksi yang ada; dan
  4. perkembangan informasi mengenai buku-buku teks yang membahas persoalan pelestarian dan tujuan pelestarian dalam jangka panjang.

Sekalipun diakui pentingnya kegiatan pelestarian bahan pustaka dan kompleksnya permasalahan pelestarian, namun sampai saat ini belum ada satu modelpun yang cocok untuk di terapkan di Perpustakaan. Pada konferensi “Book in Peril” pada tahun 1976, Pamela Darling (1976:2343-2347), memberi petunjuk umum berdasarkan hasil analisisnya, sebagai berikut:

Darling menyarankan agar pembagian tugas dan tanggung jawab pelestarian sepenuhnya dan sebagian ikut dipikirkan, baik dengan atau tanpa tambahan tenaga. Semua rencana harus dikoordinasi oleh seseorang penanggung jawab. Adapun proses penetapan rencana dan pelaksanaannya disesuaikan dengan pembagian tugas dan tanggung jawab, yang akan terdiri dari lima langkah pokok, yaitu:

  1. Menetapkan sasaran pelestarian;
  2. Menaksir koleksi yang ada;
  3. Mengidentifikasi unsur-unsur program pelestarian, berikut sasaran masing-masing yang sudah dikategorikan sebelumnya;
  4. Menetapkan prioritasnya; dan
  5. Menerjemahkan program ke dalam rencana-rencana pelaksanaan, berikut jadwal-jadwal waktunya.

Setelah arah dan lingkup program pelestarian ditetapkan, selama proses pelestarian dilakukan kontrol dan penilaian-penilaian ulang secara berkala. Kegiatan tersebut di muka itu secara singkat disebut ”Manajemen Pelestarian”; (Feather, 1991:76). Sebagaimana umumya aktivitas manajemen yang lain, kegiatan-kegiatan itu meliputi pengadaan dan penyiapan sumber daya manusia, materi dan dana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan Dureau dan Clements (1990:3) mendeskripsikan jika setiap perpustakaan, setelah menentukan maksud dan tujuannya, perlu menengaskan sejauh mana ia akan memperoleh bahan pustaka dan memelihara bahan-bahan yang ditambahkan ke koleksinya. Penentuan kebijakan ini akan berdampak pada perencanaan keuangan.

Penentuan kebijakan pertama dilakukan pada tahap seleksi, yaitu memutuskan apakah perpustakaan akan menambahkan suatu bahan pustaka atau tidak ke dalam koleksi. Kebijaksanaan selanjutnya ialah menentukan lamanya waktu yang diperlukan untuk menyimpan bahan-bahan tadi. Keputusan ini perlu diambil dengan penuh kesadaran akan segala akibatnya. Menyimpan bahan-bahan pustaka untuk selama mungkin memerlukan biaya besar untuk tempat penyimpanan, persyaratan penyimpanan khusus, dan pada waktunya pembiayaan untuk pengawetan atau perbaikan.

Lebih lanjut Dureau dan Clements mengungkapkan, bahwa tidak ada satu pedoman umum bagi suatu perpustakaan mengenai bahan apa saja yang harus dipilih untuk pengadaan dan pelestarian di masa yang akan datang; ini tergantung pada kebijakan masing-masing perpustakaan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa bahan yang tidak dipilih untuk penambahan koleksi perpustakaan mungkin tidak akan tahan lama untuk generasi berikutnya.

Perpustakan tidak selamanya harus melestarikan bahan hanya dalam bentuk aslinya, tetapi juga dapat melestarikan informasi yang terkandung dalam suatu bahan tertentu dalam bentuk lain (misalnya, mikrofilm, piringan optik, atau fotokopi). Lagi pula perpustakaan dapat mencegah kerusakan bahan asli dengan menarik kembali bahan tadi dari pemakaian umum atau bahkan melaksanakan beberapa tindakan perlindungan seperti meletakkan bahan dalam kotak atau menyediakan kantong-kantong.

Lebih jauh dikemukakan bila suatu perpustakaan akan membuat kebijakan pelestarian koleksinya, terdapat beberapa keputusan yang perlu diambil atau diperhatikan , seperti:”

a) Hubungan dengan kebijakan pengadaan misalnya ketika memutuskan untuk membeli kopi tambahan untuk maksud pengawetan, membeli copy dalam bentuk mikro atau menyiangi, dan membuang judul tertentu;

b) Hubungan dengan kegiatan katalogisasi dan pencatatan dengan menyarankan para pemakai lebih baik menggunakan bahan pengganti daripada bahan asli, atau menyediakan suatu daftar induk bahan-bahan yang tersedia dalam bentuk mikro;

c) Hubungan dengan kebijakan penyimpanan seperti menjamin penampungan yang baik dan peralatan penyimpanan yang sesuai;

d) Hubungan dengan kebijakan pelayanan umum, seperti larangan memakai bahan asli, membatasi fotokopi, atau memberi petunjuk mengenai cara memegang buku dengan baik;

e) Hubungan dengan program pameran untuk menjamin bahwa bahan tidak akan rusak, misalnya dengan melaksanakan perbaikan seperlunya, menyediakan bantuan yang memadai untuk pameran secara fisik, dan menjamin lingkungan yang memadai (Dureau - Clement, 1990:5)”.

Berbagai saran ilmiah dan teknis maupun kebijakan dan teknik pelestarian dan pengawetan juga harus turut dipertimbangkan. Semua ini akan mempengaruhi biaya dan keuangan.

Daftar Pustaka:

Chapman, Patricia. (1990). Guidelines on preservation policies in the archieves and libraries heritage. Paris: UNESCO.

Cunha, George M. (1988). Method of Evaluation to determine The Preservation Needs in Libraries and Archieves: A RAMP study with Guidelines. Paris : UNESCO.

Dureau, J.M. dan D.W.G. Clements (1990). Dasar-dasar pelestarian dan pengawetan bahan-bahan pustaka. Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Kusuma, Hendra (2006). Pengelolaan koleksi terbitan Berseri di Perpustakaan Nasional RI (skripsi). FIB UI: Depok

Manullang (1987). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wursanto, Ig (1983). Dasar-dasar Manajemen Umum. Jakarta: Pustaka Dian.

Read More...