Sarana Manajemen dan Perencanaan Operasional Pelestarian: lanjutan

(Sudiro sudjoko)

Sarana Manajemen Pelestarian

Dalam aktivitasnya, pengelolaan pelestarian bahan pustaka melibatkan berbagai komponen seperti halnya tenaga, pengelola, koleksi, metode, sarana, dan prasarana, serta uang. Dalam konsep manajemen istilah-istilah tersebut dikenal dengan nama tools of management atau sarana manajemen. Terdapat berbagai macam pendapat mengenai sarana manajemen ini, seperti yang dikemukakan Manullang. Menurut pendapatnya sarana manajemen terdiri atas ”6 M” yaitu Man, Money, Machines, Materials, Methods, dan Market (Manullang, 1987:17), ada juga yang menyebutkan ”7 M” dengan tambahan Moral (Wursanto, 1983:27). Sedangkan menurut Martoadmodjo, (1991) berbagai unsur penting atau sarana manajemen yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka terdiri atas:

  1. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur pelestarian yang harus diikuti. Bahan pustaka yang akan diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja kerusakannya, apa saja alat dan bahan kimia yang diperlukan dan sebagainya.
  1. Tenaga (SDM) yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian/ keterampilan dalam bidang ini. Paling tidak mereka sudah pernah mengikuti penataran dalam bidang pelestarian dokumen.
  1. Laboratorium, suatu ruang pelestarian dengan berbagai peralatan yang diperlukan, misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, vacuum cleaner dan sebagainya.
  1. Dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tentu tergantung dari lembaga tempat perpustakaan bernaung.

Berbagai sarana manajemen tersebut merupakan suatu modifikasi dari sarana manajemen yang dikenal dalam dunia ekonomi pada umumnya. Selain itu sarana manajemen merupakan suatu potensi yang perlu diatur dan dikelola dengan baik sehingga tujuan perpustakaan sebagai wahana layanan informasi bagi penggunanya dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dengan kata lain unsur-unsur tersebut diatas perlu diperhatikan keberadaanya dalam menggerakkan perpustakaan, khususnya dalam hal pelestarian untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, sehingga keberadaan perpustakaan ditengah-tengah masyarakat dapat berhasil dan berdaya guna, khususnya dalam hal menyeleksi, menghimpun, mengolah, memelihara sumber-sumber informasi, dan memberikan layanan serta nilai tambah bagi mereka yang membutuhkannya (Sutarno, 2004:3).

Perencanaan Operasional Pelestarian

Perpustakaan, kearsipan, dan museum bertanggung jawab tidak hanya sekedar untuk mengumpulkan, menginterpretasi, dan memamerkan koleksinya yang bernilai sejarah, tetapi institusi tersebut juga bertanggung jawab dalam hal pelestarian koleksinya untuk jangka panjang (long-term preservation), keamanan dan aksesbilitas terhadap koleksinya tersebut. Pelestarian merupakan bagian integral (menyeluruh) dari misi suatu institusi, maksudnya perencanaan mengenai kegiatan pelestarian haruslah menjadi bagian dari keseluruhan rencana strategis yang akan dibuat. Seperti yang diuraikan sebagai berikut:

  1. Perencanaan pelestarian merupakan suatu proses dalam penentuan kebutuhan baik umum dan juga khusus (spesifik) yang digunakan untuk perawatan koleksi, penentuan/pembentukan prioritas perawatan koleksi, termasuk sumber daya untuk implementasi/pelaksanaannya.
  2. Tujuan utama pelestarian yaitu menggambarkan suatu tindakan atau aktivitas yang diambil oleh suatu institusi dalam menetapkan agenda kegiatan pelestarian koleksinya untuk masa mendatang.
  3. Sebagai tambahan, pelestarian mengidentifikasi tindakan yang akan diambil oleh institusi dan pengalokasian sumber daya yang sewajarnya.

Cunha (1988:1-2) menganjurkan agar dalam pembuatan rencana operasional pelestarian bahan-bahan pustaka untuk kepentingan jangka panjang, hal-hal berikut sebaiknya diketahui terlebih dahulu:

  1. kondisi fisik koleksi bahan pustaka yang dimiliki dan telah menjadi bagian dari tanggung jawabnya;
  2. ciri-ciri dan keadaan di dalam serta di luar lingkungan kerja;
  3. efek atau pengaruh lingkungan terhadap koleksi yang ada; dan
  4. perkembangan informasi mengenai buku-buku teks yang membahas persoalan pelestarian dan tujuan pelestarian dalam jangka panjang.

Sekalipun diakui pentingnya kegiatan pelestarian bahan pustaka dan kompleksnya permasalahan pelestarian, namun sampai saat ini belum ada satu modelpun yang cocok untuk di terapkan di Perpustakaan. Pada konferensi “Book in Peril” pada tahun 1976, Pamela Darling (1976:2343-2347), memberi petunjuk umum berdasarkan hasil analisisnya, sebagai berikut:

Darling menyarankan agar pembagian tugas dan tanggung jawab pelestarian sepenuhnya dan sebagian ikut dipikirkan, baik dengan atau tanpa tambahan tenaga. Semua rencana harus dikoordinasi oleh seseorang penanggung jawab. Adapun proses penetapan rencana dan pelaksanaannya disesuaikan dengan pembagian tugas dan tanggung jawab, yang akan terdiri dari lima langkah pokok, yaitu:

  1. Menetapkan sasaran pelestarian;
  2. Menaksir koleksi yang ada;
  3. Mengidentifikasi unsur-unsur program pelestarian, berikut sasaran masing-masing yang sudah dikategorikan sebelumnya;
  4. Menetapkan prioritasnya; dan
  5. Menerjemahkan program ke dalam rencana-rencana pelaksanaan, berikut jadwal-jadwal waktunya.

Setelah arah dan lingkup program pelestarian ditetapkan, selama proses pelestarian dilakukan kontrol dan penilaian-penilaian ulang secara berkala. Kegiatan tersebut di muka itu secara singkat disebut ”Manajemen Pelestarian”; (Feather, 1991:76). Sebagaimana umumya aktivitas manajemen yang lain, kegiatan-kegiatan itu meliputi pengadaan dan penyiapan sumber daya manusia, materi dan dana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan Dureau dan Clements (1990:3) mendeskripsikan jika setiap perpustakaan, setelah menentukan maksud dan tujuannya, perlu menengaskan sejauh mana ia akan memperoleh bahan pustaka dan memelihara bahan-bahan yang ditambahkan ke koleksinya. Penentuan kebijakan ini akan berdampak pada perencanaan keuangan.

Penentuan kebijakan pertama dilakukan pada tahap seleksi, yaitu memutuskan apakah perpustakaan akan menambahkan suatu bahan pustaka atau tidak ke dalam koleksi. Kebijaksanaan selanjutnya ialah menentukan lamanya waktu yang diperlukan untuk menyimpan bahan-bahan tadi. Keputusan ini perlu diambil dengan penuh kesadaran akan segala akibatnya. Menyimpan bahan-bahan pustaka untuk selama mungkin memerlukan biaya besar untuk tempat penyimpanan, persyaratan penyimpanan khusus, dan pada waktunya pembiayaan untuk pengawetan atau perbaikan.

Lebih lanjut Dureau dan Clements mengungkapkan, bahwa tidak ada satu pedoman umum bagi suatu perpustakaan mengenai bahan apa saja yang harus dipilih untuk pengadaan dan pelestarian di masa yang akan datang; ini tergantung pada kebijakan masing-masing perpustakaan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa bahan yang tidak dipilih untuk penambahan koleksi perpustakaan mungkin tidak akan tahan lama untuk generasi berikutnya.

Perpustakan tidak selamanya harus melestarikan bahan hanya dalam bentuk aslinya, tetapi juga dapat melestarikan informasi yang terkandung dalam suatu bahan tertentu dalam bentuk lain (misalnya, mikrofilm, piringan optik, atau fotokopi). Lagi pula perpustakaan dapat mencegah kerusakan bahan asli dengan menarik kembali bahan tadi dari pemakaian umum atau bahkan melaksanakan beberapa tindakan perlindungan seperti meletakkan bahan dalam kotak atau menyediakan kantong-kantong.

Lebih jauh dikemukakan bila suatu perpustakaan akan membuat kebijakan pelestarian koleksinya, terdapat beberapa keputusan yang perlu diambil atau diperhatikan , seperti:”

a) Hubungan dengan kebijakan pengadaan misalnya ketika memutuskan untuk membeli kopi tambahan untuk maksud pengawetan, membeli copy dalam bentuk mikro atau menyiangi, dan membuang judul tertentu;

b) Hubungan dengan kegiatan katalogisasi dan pencatatan dengan menyarankan para pemakai lebih baik menggunakan bahan pengganti daripada bahan asli, atau menyediakan suatu daftar induk bahan-bahan yang tersedia dalam bentuk mikro;

c) Hubungan dengan kebijakan penyimpanan seperti menjamin penampungan yang baik dan peralatan penyimpanan yang sesuai;

d) Hubungan dengan kebijakan pelayanan umum, seperti larangan memakai bahan asli, membatasi fotokopi, atau memberi petunjuk mengenai cara memegang buku dengan baik;

e) Hubungan dengan program pameran untuk menjamin bahwa bahan tidak akan rusak, misalnya dengan melaksanakan perbaikan seperlunya, menyediakan bantuan yang memadai untuk pameran secara fisik, dan menjamin lingkungan yang memadai (Dureau - Clement, 1990:5)”.

Berbagai saran ilmiah dan teknis maupun kebijakan dan teknik pelestarian dan pengawetan juga harus turut dipertimbangkan. Semua ini akan mempengaruhi biaya dan keuangan.

Daftar Pustaka:

Chapman, Patricia. (1990). Guidelines on preservation policies in the archieves and libraries heritage. Paris: UNESCO.

Cunha, George M. (1988). Method of Evaluation to determine The Preservation Needs in Libraries and Archieves: A RAMP study with Guidelines. Paris : UNESCO.

Dureau, J.M. dan D.W.G. Clements (1990). Dasar-dasar pelestarian dan pengawetan bahan-bahan pustaka. Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Kusuma, Hendra (2006). Pengelolaan koleksi terbitan Berseri di Perpustakaan Nasional RI (skripsi). FIB UI: Depok

Manullang (1987). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wursanto, Ig (1983). Dasar-dasar Manajemen Umum. Jakarta: Pustaka Dian.

0 komentar: