JAKARTA LAMA RIWAYAT MUASALMU

Kawasan Tiga Kerajaan Besar

Kota Metropolitan Jakarta, yang kita kenal dewasa ini, tempo dulu pernah menjadi wilayah kekuasaan tiga buah kerajaan besar di Jawa Barat, yakni Kerajaan Hindu Tarumanegara, Kerajaan Pajajaran, serta Kesultanan Banten. Bahkan jauh sebelum itu, manusia zaman prasejarah sudah tinggal di kawasan yang kini namanya Jakarta. Hasil penggalian arkeologis berupa kampak batu, alat-alat rumah tangga dari batu dan lain-lain ditemukan di sejumlah tempat, seperti di kawasan Pasar Minggu, Condet, Pasar Rebo, Jatinegara, Karet, Kebon Sirih, Kebon Nanas, Kebon Pala, Rawa Belong, dan Rawa Lele, telah menunjukkan bahwa sekitar 1.500 SM, telah ada bukti kebudayaan manusia di kawasan Jakarta ini.

Catatan tentang keberadaan manusia di kawasan Jakarta ini semakin terang, sejak ditemukannya Prasasti Tugu. Sejarah mencatat bahwa pada abad ke-5 M, berdiri Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal Purnawaman. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Bekasi, Jakarta, Bogor, Banten dan Citarum. Hal ini dapat diketahui dari tujuh buah prasasti yang ditemukan di kawasan Bogor, Banten dan Jakarta yakni prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Pasir Awi, Muara Cianten, Lebak dan Prasasti Tugu.

Dari ketujuh buah prasasti yang ditemukan dan tersebar di kawasan yang sangat luas tesebut, dapat disimpulkan bahwa sekitar abad ke-5 M, telah ada sebuah Kerajaan di daerah Jawa Barat dengan rajanya yang berkuasa, Purnawarman.

Sunda Kelapa, Wajah Pelabuhan Utama Pajajaran

Pada abad ke-14 M, muncul sebuah kerajaan baru di Jawa Barat bernama Pajajaran, yang berpusat di Pakuan, Bogor. Rajanya yang terkenal adalah Sri Baduga Maharaja. Menurut Prasasti Batu Tulis yang ditemukan pada 15 Juni 1690, diterangkan pula bahwa Pelabuhan Pajajaran ini bernama Sunda Kelapa yang terletak di muara Sungai Ciliwung. Keterangan mengenai wajah Sunda Kelapa ini diperkuat oleh keterangan seorang pelaut Belanda, Jan Hyugen Van Linschoten, yang menemukan rahasia-rahasia perdagangan dan navigasi bangsa Portugis. Dalam karyanya Itinerario yang terbit pada 1556, yang menggemparkan Eropa karena mengungkapkan informasi-informasi rahasia yang sangat berharga. Antara lain ditulisnya, ”Pelabuhan Utama di Pulau ini (Jawa) adalah Sunda Calapa. Di tempat ini didapati sangat banyak lada yang bermutu lebih tinggi daripada lada India atau Malabar. Juga terdapat banyak kemenyan, benicin atau bonien (bunga pala), kamper dan permata intan. Tempat ini dapat disinggahi tanpa menemui kesulitan. Orang portugis telah sampai juga ke sini. Dan orang Jawa berbondong-bondong datang sendiri sampai ke Malaka untuk menjual barang-barang dagangannya.”

Dari keterangan tersebut, sudah dapat disimpulkan bahwa kawasan tepian muara Ciliwung, termasuk yang kini di sebut Kali Besar, sudah merupakan daerah hunian dan pemukiman penduduk sekaligus kawasan perdagangan yang ramai.

Wajah Bandar Jayakarta

Kesultanan Demak, yang pada 1513 gagal menyerang Portugis di Malaka, melihat perjanjian persahabatan anatara Portugis dan Pajajaran ini sebagai ancaman. Maka Sultan Trenggono, yang memerintah Demak (1521-1546), pada 1527 mengirim pasukan di bawah pimpinan Fatahillah atau Falatehan untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa dan pada 22 Juni 1527, armada Portugis berhasil dikalahkan. Fatahillah lalu menggantikan nama Sunda Kelapa dengan nama Jayakarta yang berarti Kota Kejayaan atau Kota Kemenangan. Selain itu pula tanggal 22 Juni kemudian menjadi tanggal Hari Jadi Kota Jakarta.

Menurut Ijzerman, Kota Jayakarta terbentang antara dua anaka sungai di utara dan selatan, serta sebuah anak sungai di sebelah barat kota. Di sebelah timur kota, mengalir ciliwung. Kota ini dilingkungi oleh suatu pagar yang terbuat dari bambu. Belakangan barulah sebagian pagar diganti dengan tembok, guna menghadapi kemungkinan serangan Inggris dan Belanda. Kompleks pusat kota terletak di tepi barat Ciliwung. Di pusat kota ini terdapat antara lain ”Dalem” atau ”Keraton” Pangeran Jayakarta. Di depan keraton terbentang alun-alun ke utara. Di sebelah barat alun-alun berdiri sebuah mesjid. Di sebelah utara alun-alun terdapat sebuah pasar, yang berada di kuar kompleks pusat kota. Seputar pasar dan kompleks keraton terdapat perumahan rakyat. Di sebelah utara pasar, masih di tepi barat Ciliwung, berdiri loji dan benteng Inggris. Dan paling utara terdapat Paep Jan’s Batterij atau Pabean. Dalam peta Batavia tahun 1619 terlihat bahwa di sebelah barat Kraton Jayakarta ini, terdapat kuburan pribumi.

Di tepi sebelah timur muara Sungai Ciliwung, terdapat wilayah Kyai Arya, patih Pangeran Jayakarta. Di sebelah utaranya berdiri rumah seorang Cina yang disebut Watting’s Huis. Diperkirakan di sekitar tempat ini terdapat perumahan bangsawan Jayakarta lainnya, serta pemukiman warga Cina. Paling utara tepat di sebelah tepian timur Ciliwung, berdiri loji Belanda, Mauritius dan Nassau. Disebut juga dalam peta tersebut bahwa di sebelah timur pemukiman Kyai Arya, terbentang areal perburuan buat bangsawan Jayakarta. Dengan demikian baik di sebelah timur maupun barat Sungai Ciliwung (Kini Kali Besar), terdapat perumahan penduduk Jayakarta.

*postingan akan bertambah, karena Bukunya belum selesai gue baca.....*

0 komentar: